LAWATA
(Sarangge )Nama Lawata tentu tidak asing lagi bagi msyarakat Bima maupun NTB. Karena nama Pantai yang indah di pintu masuk Kota Bima ini memang sudah sejak lama menjadi obyek wisata andalan bagi Kota Bima. Nama Lawata pun menjadi salah satu nama kompleks pemukiman warga-warga Bima yang ada di mataram. Yaitu di sebelah barat Gomong.
Kenapa dinamakan Lawata ? dan Siapa yang memberi nama itu ? Dalam buku Legenda Tanah Bima sebagaimana ditulis Alan Malingi, Lawata pertama kali diperkenalkan oleh para Ncuhi kepada salah seorang musafir dari Jawa yang dijuluki Sang Bima. Pada saat itu, Sang Bima dengan istrinya yang merupakan puteri salah seorang Ncuhi di Tambora berkunjung ke Istana Ncuhi Dara di pusat Kota. Upacara penyambutan oleh para Ncuhi berlangsung cukup meriah. Ribuan orang menggelar Tarian Adat menjemput kedatangan orang yang dijuluki Sang Bima itu. Karena banyaknya orang yang menjemput, pantai yang membentang di sebelah timur teluk Bima itu pun deberi nama DEWA SEPI. Dewa berarti Tari. Sepi berarti banyak.
Ketika akan memasuki Istana Ncuhi Dara di Gunung Dara ( Sebelah Selatan Terminal Dara Bima sekarang ), Para Ncuhi yang dipimpin Ncuhi Dara menyambut kedatangann Orang Yang Dijuluki Bima itu di tepian pantai. Lalu para Ncuhi mempersilahkan tamunya itu untuk duduk-duduk di pantai itu seraya berkata “ Ake Lawang Ita “Lawang( Pinta Gerbang/Pintu masuk). Ita berarti Tuan. Lawang Dalam bahasa Sangsekerta berarti pintu masuk. Sedangkan Ita adalah Bahasa Bima yang berarti anda atau tuan. Pada perkembangan selanjutnya nama Lawang Ita itu berubah menjadi LAWATA yang berarti pintu gerbang bagi siapapun yang masuk dan menginjakkan kaki di Kota Bima.
Saat ini Pemerintah Kota Bima terus membenahi Pantai Lawata untuk menjadi salah satu obyek wisata pantai andalan di kota Bima dengan membangun berbagai fasilitas seperti Rumah makan terapung, perlengkapan berenang, panggung hiburan rakyat serta sederetan penataan lainnya. (Alan)
Asal Mula Kampung Tolo Bali
Oleh : Alan Malingi
Masa kesultanan Bima telah berlangsung lebih dari tiga abad. Pada masa itu perkembangan Islam cukup pesat. Pendidikan Islam dan Alqur’an diberlakukan merata ke seluruh negeri yang dimulai dari pelataran Istana hingga ke pelosok dusun dan desa. Lantunan Ayat-ayat suci Alqur’an terdengar dari sudut-sudut kampung, di surau dan masjid-masjid terutama ba’da magrib sambil menanti masuknya waktu shalat Isya.
Memasuki abad ke- 17 Dan 18 bisa dikatakan sebagai masa-masa keemasan peradaban Islam di Dana Mbojo. Guru-guru dan Ulama didatangkan dari Sulawesi dan Sumatra. Merekalah yang kemudian dikenal di Dana Mbojo sebagai orang-orang Melayu. Pada perkembangan selanjutnya, para guru dan ulama itu menikah dengan gadis-gadis Mbojo dan beranak keturunan di Bumi Maja Labo Dahu ini.
Sebagai ungkapan terima kasih Sultan Bima kepada para guru dan ulama itu, diberikanlah tanah sawah dan ladang untuk mereka garap yang berloasi di sebelah utara Istana Bima. Tanah-tanah tersebut sebenarnya cukup subur dan menjanjikan harapan. Namun para guru dan ulama itu menolak tanah sawah tersebut dengan alasan bahwa mereka tidak memiliki kemampuan dan bakat untuk bercocok tanam. Mereka lebih suka untuk berdagang, menjadi saudagar dan melaut sambil berdakwah. Akhirnya mereka mengembalikan secara baik-baik sawah tersebut. Sultan Bima tidak tersinggung dengan pengembalian itu. Sultan menyadari dan memahami bahwa memang panggilan hidup mereka adalah sebagai pedagang dan mubalig.
Akhirnya sawah yang dikembalikan itu lama kelamaan menjadi perkampungan yang bernama TOLO BALI. Tolo berarti Sawah. Bali berarti dikembalikan. Jadi Tolo Bali itu adalah Sawah yang dikembalikan.
OI WOBO
Oleh : Alan Malingi
Konon kisahnya, putera Mahkota Raja Bima ingin melakukan petualangan. Diawali dari arah barat, menuju ke arah selatan dan berakhir di arah utara. Namun ia belum berhenti sampai di situ. Sekembalinya di istana, ia memohon restu kepada ayahandanya.
“ Anakda ingin berpetualangan lagi.” Katanya “ Berikanlah restu kepada anakda untuk yang terakhir kali.”
“ Aku restui permintaanmu anakda, tetapi kamu harus berhati-hati dan bawalah bekal serta pengawal yang agak banyak.”
“ Terima kasih ayahanda. Segala titah akan anakda laksanakan.”
“ Ke arah mana lagi yang ingin kau telusuri?” Sang Raja ingin tahu.
“ Ke arah timur ayahanda. Saya ingin melihat matahari terbit, setelah di barat saya sudah melihat matahari terbenam.” Jawabnya sambil berpamitan pada ayahandanya.
Pada suatu pagi yang cerah, rombongan putera Mahkota mulai melakukan petualangan. Rombongan itu kelihatannya lebih banyak dari sebelumnya. Pengawal dan dayang-dayang yang mengikutinya cukup banyak. Bekal yang mereka bawapun cukup banyak. Namun jalan yang akan mereka tempuh sepertinya sangat sulit. Banyak bukit-bukit terjal yang harus mereka lewati. Sungai-sungai yang besar harus mereka lewati. Belum lagi ancaman binatang buas di malam harinya.
Sebelum menuju ke arah timur, mereka terlebih dahulu melintas ke arah tenggara. Di sana banyak gunung-gunung yang tinggi menjulang yang harus didaki. Karena sang Putera Mahkota sangat penasaran ingin melihat matahari terbit. Setelah sekian lama mereka mendaki, tibalah mereka di sebuah puncak. Puncak gunung itu bernama puncak La Mbitu. Sebuah gugusan pegunungan yang tertinggi yang bearda di sebelah tenggara tanah Bima.
Di puncak gunung itu mereka bermalam sambil menunggu matahari terbit. Karena lapar dan haus, maka seluruh perbekalan mereka habiskan di tempat itu juga.
“ Ampun yang mulia, Seluruh perbekalan sudah tidak ada.” Salah seorang pengawal datang melapor.
“ Biarlah. Nanti kita akan dapatkan bahan makanan di tengah jalan.” Sang Putera Mahkota menjawab enteng. Seakan masalah makanan dan minuman tidak menjadi beban baginya. Lalu pengawal itu pun kembali ke tempatnya.
Ketika sinar keputih putihan bergulir di langit timur, Sang Putera Mahkota bersama seluruh pengawal dan dayang terbangun. Mereka mengamati gejala alam yang terjadi dari waktu ke waktu. Tak lama kemudian merahlah laut. Dan muncullah mata hari seperti sebuah bola besar yang menggelinding. Semakin lama semakin meninggi. Tak lama kemudian berubah cerah diiringi kicau burung yang semakin riang.
Setelah melihat matahari terbit, rombongan itu turun dari puncak La Mbitu. Mereka meluncur ke arah utara. Mereka terus berjalan menuruni bukit dan lembah yang terjal.Banyak sekali binatang buas yang lalu lalang di hadapan mereka. Namun binatang-binatang itu tidak mengganggu perjalanan mereka berkat kesaktian yang dimiliki oleh Sang Putera Mahkota.
Menjelang sore hari rombongan itu tiba di sebuah tempat yang agak landai. Tempat itu dikelilingi oleh pepohonan yang besar dan berbagai jenis buah-buahan. Suasana sejuk dan nyaman tampak terasa di tempat itu. Sang Putera Mahkota memerintahkan seluruh rombongan untuk beristirahat.
Namun sebuah persoalan menghadang. Mereka dilanda kelaparan dan kehausan yang hebat. Seluruh rombongan lemas tak bertenaga. Mereka tergeletak di akar-akar pepohonan yang lebat. Sang Putera Mahkota mulai kebingungan. Dengan sisa tenaga yang ada ia mulai bangkit. Lalu ia memetik buah-buahan dan pucuk dedaunan di sekitar tempat itu. Ia membagikan kepada seluruh rombongan. Mereka makan dengan lahap. Namun rasa haus yang belum dapat terobati.
“ Ampun baginda, setetes air akan sangat berharga bagi kerongkongan kami.’ Salah seorang pengawal berkata pasrah.
“ Tenang ! Tenang !. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.” Demikian Sang Putera Mahkota meyakinkan.
“ Bagaimana caranya Baginda ?” Salah seorang pengawal ingin tahu.
“ Ambilkan Wobo itu( Wobo adalah sejenis tongkat atau cambuk yang digunakan untuk memukul Kuda atau binatang lainnya).” Sang Putera Mahkota menyuruh salah seorang pengawal untuk mengambilnya.
Tak lama kemudian Sang Putera Mahkota memukulkan Wobo itu ke arah bebatuan dan akar pepohonan di sekitar tempat itu. Lalu keluarlah air yang segar dan jernih.
“ Minumlah air ini sepuas hati kalian.” Sang Putera Mahkota memerintahkan.
Lalu seluruh rombongan meminum air itu termasuk Putera Mahkota. Sejak saat itu Putera Mahkota bersama rombongan tidak beranjak dari tempat itu. Seiring waktu berlalu mereka mendirikan perkampungan di sekitar tempat itu. Dan jadilah perkampungan yang besar yang bernama Wawo yang berarti di atas. Dan mata air yang keluar itu diberi nama dengan OI WOBO. Kini tempat itu menjadi tempat rekreasi yang sangat menarik. Dan banyak dikunjungi oleh wisatawan terutama yang menyenangi udara pegunungan.
T A M A T
PARISE BUNCU
O l e h : Alan Malingi
Pada zaman dahulu, hiduplah seorang Ncuhi yang sangat arif dan bijaksana. Ia sangat disegani dan dihormati oleh seluruh rakyat. Tutur kata dan perbuatannya selalu diikuti oleh seluruh rakyatnya. Mereka tinggal di hamparan lembah dan gugusan pegunungan di sebelah utara tanah Sape Bima. Tepatnya di desa Buncu kecamatan Sape sekarang.
Mereka hidup damai tak terusik dalam dekapan keindahan dan kesuburan tanah tumpah darahnya. Mata air yang mengalir bersih dan jernih. Sawah ladang yang beraneka hasil. Pepohonan yang rimbun menghijau. Rakyat yang ramah dan bersatu dalam jalinan persaudaraan dan keakraban. Bagai titian mutiara yang selalu memancarkan sinarnya. Segala sesuatu yang hendak dilakukan selalu dijalani dengan musyawarah mufakat. Rumah Ncuhi adalah tempat berkumpul dan bertanya tentang sawah ladang, masa tanam, masa panen serta segala kejadian yang sedang dan akan terjadi.
Namun Pada suatu ketika, seorang warga lari terbirit-birit menghadap Sang Ncuhi. Bersama nafasnya yang menggemuruh ia menceritakan tentang kejadian aneh yang baru saja dialaminya.
“ Saya melihat Raksasa Ncuhi. Sepertinya ia sedang melangkah kemari.”
“ Dimana kamu lihat dia ?” Ncuhi Buncu penasaran
“ Di gunung di sebelah barat kampung kita.”
Ncuhi Buncu terperanjat, dan segera ia berdiri dari duduknya. Sejenak ia terkenang tentang pesan mendiang Ayahnya. Bahwa suatu saat yang akan datang Raksasa yang akan menyerang kampung ini. Raksasa itu persis seperti yang telah diceritakan orang tadi. Ia akan datang menyerang pada sat panen dan malam bulan purnama. Raksasa itu tidak akan berhenti menyerang dan mengamuk jika tidak memenuhi persaratannya. Persaratan itu hanya satu yaitu persembahan seorang bayi yang lahir pada malam purnama.
“ Apa yang harus kita perbuat ?” Warga itu bertanya kebingungan.
“ Sebelum purnama tiba, saya akan mengumpulkan seluruh warga. “
“ Kenapa dia datang pada malam itu.?”
“ Dia meminta persembahan. “
“ Persembahan ? Apa yang mesti kita persembahkan ?”
“ Dia menginginkan seorang bayi yang pada malam Itu. “
“ Seorang bayi ?” Orang itu berkata lirik. Ia mulai gemetaran. Terkenang istrinya yang sedang hamil tua dan menunggu saat-saat melahirkan.
Berita tentang raksasa itu tersiar ke seluruh kampung. Dari puncak gunung sampai ke hulu sungai orang-orang bercerita dan berbicara tentang kekuatan raksasa itu.
Bulan purnama bersinar terang. Tetapi tidak seperti biasanya orang-orang leluasa keluar gubuk. Muda mudi yang berpantun dan bersyair diiringi senandung malam penyejuk kalbu tidak terdengar lagi. Bunyi lesung mulai bertalu-talu, demikian pula Pentungan. Semakin lama semakin riuh. Orang-orang lari berhamburan mencari tempat yang dianggap paling aman. Ada yang bersembunyi di gua, di lubang-lubang yang telah digali. Ada pula yang telah mengungsi ke tempat yang agak jauh dari kampungnya. Kampung itu seperti tak berpenghuni. Hening dan lengang. Tabah menanti sesuatu yang akan terjadi.
Suara yang meraung-raung dari gugusan pegunungan di sebelah barat mulai terdengar. Pijakan kakinya menggetarkan bumi di selubung malam itu. Sawah dan tegalan dengan padi yang sudah menguning luluh lantah. Gubuk dan Dangau menjadi peot. Pohon-pohon besar dicabutnya layaknya seperti rumput dan ilalang. Batu-batu besar diangkat dan dilemparkan ke arah gubuk maupun dangau yang belum sempat diraihnya. Raksasa itu mengamuk dan terus mengamuk.
Sementara itu, di depan gubuk yang sudah hancur Ncuhi Buncu berdiri tegap. Tangan kanannya memegang tombak. Sedangkan di tangan kirinya sebilah keris siap menghunus. Mulutnya komat kamit membaca segala mantera. Tiba-tiba Sang raksasa berhenti mengamuk. Tatapannya tertuju kepada sebuah gubuk yang belum terinjak. Di dalamnya terdengar tangisan seorang bayi. Pelan tapi pasti raksasa itu terus mengamati. Tangannya mulai meraih daun alang-alang yang menjadi atap gubuk itu. Hingga seluruh atapnya tercabut. Dan cahaya purnama menampilkan sosok seorang ibu yang sedang mengggendong bayinya. Dalam keadaan panik dan ketakutan sang ibu mencoba menghindar dan bersembunyi di sekitar gubuk itu.
Ncuhi Buncu mulai beraksi. Ditusuknya kaki raksasa itu dengan tombak. Keris pun demikian. Namun tusukan Ncuhi Buncu tidak dihiraukan oleh raksasa itu. Baginya tusukan itu seperti gigitan semut saja. Hingga pada puncaknya, tusukan Ncuhi Buncu sangat keras dan dalam. Mengakibatkan kaki raksasa itu berlumuran darah. Raksasa itu semakin mengamuk dan gila. Tangannya terus menjalar untuk memungut bayi yang berada dalam pangkuan ibunya. Melihat dan mengamati keadaan itu, Ncuhi Buncu secepat kilat meloncat dan berlari merebut bayi dan ibunya.
Sang Raksasa mencoba untuk mendapatkan bayi itu. Namun nyali Ncuhi Buncu sangat kuat. Ketangkasannya untuk menghindar seperti seekor ular yang meliuk-liuk di celah semak belukar. Kejar mengejar antara raksasa dengan Ncuhi Buncu terus berlangsung. Meski dengan kaki yang sudah berlumuran darah, raksasa itu terus memburu dan menghadang langkah Ncuhi Buncu. Berbagai macam cara pula dilakukan Ncuhi Buncu untuk menghindar dari serangan raksasa itu. Dan langkah terakhir dari segala upayanya adalah merayap dan bersembunyi di dalam parit yang telah ditutupi oleh ranting pohon yang sudah tumbang.
Dan tibalah saatnya bulan purnama tertutup awan. Suasana menjadi gelap. Meski tangisan bayi masih terdengar oleh sang raksasa. Namun sepertinya raksasa itu mulai putus asa dan kelelahan. Dengan napas yang menggemuruh panjang raksasa itu berhenti. Suasana kembali hening dan lengang. Tangisan bayi itu sudah tak terdengar lagi. Sebab Ncuhi buncu terus menutup mulut bayi itu. Dan Raksasa itu perlahan melangkah sempoyongan menuju ke arah barat. Di malam yang tinggal sepenggal itu, Sang raksasa telah hilang dari balik gunung.
Keesokan harinya seluruh warga kembali ke kampung halamannya. Kepiluan tampak dari raut wajah mereka. Sebab gubuk, sawah dan ladang, pepohonan yang rindang dan berbuah lebat telah rata dengan tanah. Rintihan dan tangisan keluar dari setiap bibir. Dan kini mereka harus membangun kembali semuanya seperti dulu. Ketika pertama kali mereka hadir di tempat itu untuk hidup bersama dalam bingkai persahabatan dan kekeluargaan yang telah lama terjalin.
Dalam suasana duka yang mendalam mereka membersihkan dan mengumpulkan kembali puing-puing gubuk yang mungkin saja masih dapat dipergunakan lagi. Dengan penuh ketabahan Ncuhi Buncu tak bosan-bosan menyerukan kepada suluruh warga untuk bersabar dalam menghadapi cobaan hidup dan kegetiran dari hari ke hari. Bahan makanan yang masih tersisa dinikmati bersama. Meski untuk beberapa waktu lamanya, mereka tetap harus menanggung secara bersama-sama. Dengan satu prinsip hidup “ ADA SAMA DIMAKAN, TIDAK ADA SAMA MENAHAN LAPAR.”
Pada suatu hari Ncuhi Buncu mengumpulkan seluruh rakyatnya.
“ Saya akan mencari kesaktian untuk mengalahkan raksasa itu. Sebab pada saat purnama depan ia akan datang lagi. Untuk itu saya berharap agar kalian tidak mengasingkan diri dari kampung ini. Jaga dan pertahankan kebersamaan yang telah terjalin. Menjelang purnama saya tetap akan kembali.”
Berhari-hari Ncuhi Buncu menelusuri lembah, mendaki gunung, dan menyeberangi sungai untuk mencari sesuatu yang diimpikannya. Hingga pada suatu malam, ia melihat seberkas cahaya dalam kegelapan malam itu. Semakin lama cahaya itu semakin dekat. Ncuhi Buncu gemetar dan ketakutan.
“ Kau siapa? Darimana asalmu?” Ncuhi Buncu bertanya sambil bergerak mundur.
“ Kau tidak perlu takut, aku datang untuk memberimu petunjuk untuk mengalahkan raksasa itu.”
“ Berikanlah petunjuk itu.” Ncuhi Buncu berharap.
“ Pada malam purnama nanti, ia akan datang. Dan tetap dengan tujuan yang sama. Dia akan membawa sebuah cambuk. Tetapi kau jangan khawatir, kau akan bisa melawannya.”
“ Senjata apa yang harus aku gunakan?”
“ Senjata yang harus kau gunakan adalah Teta berbentuk panah yang talinya menggunakan serat pohon waru. Ambillah dari tajuk yang masih muda. Senjata kedua yang harus kau gunakan adalah Tende (Tameng) yang terbuat dari kulit kerbau. Tende adalah senjatamu untuk menangkis serangan dari raksasa itu. Dan gunakanlah Teta untuk sesekali menyerang. “
Ncuhi Buncu pulang kembali ke kampungnya. Seluruh rakyat menyambutnya dengan suka cita. Ia mengajak warganya untuk mempersiapkan Teta dan Tende. Akhirnya seluruh rakyat sepakat untuk membantu Ncuhinya membuat Teta dan Tende. Serat pohon Waru dikumpulkan. Dan dipilihlah yang masih muda. Kerbau disembelih untuk mendapatkan kulitnya. Yang pertama dibuat adalah Tende (Tameng) dari kulit kerbau.
Bulan purnama telah meninggi dari langit timur. Suara yang meraung-raung beserta pijakan kaki yang sangat dahsyat mulai terlihat. Dan memang benar, Raksasa itu membawa Cambo (Cambuk).
Sementara itu, Ncuhi Buncu lari menghadang di ujung kampung. Hal itu dimaksudkan untuk menghentikan langkah sang raksasa dan mengalihkan perhatiannya agar tidak memasuki kampung. Raksasa itu mulai menyerang dengan cambuk. Ncuhi Buncu bertahan dan terus bertahan dengan Teta dan Tendenya.
Sang Raksasa terus menyerang dengan cambuknya. Tetapi tidak berani mendekat. Ternyata dibalik kekuatan dan kelebihannya, tersirat sebuah kekurangan. Raksasa itu tidak berani dengan kulit kerbau dan serat pohon Waru. Pelan tapi pasti Ncuhi Buncu mulai mendekat. Mencoba untuk terus bertahan sembari sesekali menyerang. Raksasa itu terus melangkah mundur dan mengelak dari serangan Ncuhi Buncu.
Hingga pada saat yang tepat, lama kelamaan senjata Ncuhi Buncu mengenai kaki raksasa itu. Ncuhi Buncu terus menyerang dan memukul mundur Raksasa itu. Semakin lama raksasa itu semakin lemah. Cambukkannya sudah tidak begitu keras lagi. Napasnya terus menggemuruh kelelahan. Dan sinar bulan mulai tertutup awan. Keadaan itu terus dimanfaatkan oleh Ncuhi Buncu untuk terus memukul dan menyerang. Hingga raksasa itu tumbang dan tak sadarkan diri lagi. Tetapi Ncuhi Buncu belum merasa puas dan berhenti sampai di situ saja. Sambil mengamati gerak gerik sang raksasa, ia terus memukul. Sampai Sang Raksasa benar-benar tewas.
Rakyat yang sejak tadi menyaksikan adegan perkelahian itu keluar dari tempat persembunyiannya menuju ke arena pertarungan. Akhirnya wilayah Buncu dan seluruh rakyatnya selamat dari ancaman Sang Raksasa.
Waktu terus berlalu. Musimpun berganti. Sang Ncuhi pun telah mangkat. Dan untuk mengabadikan kisah perkelahian antara raksasa dengan Ncuhi Buncu, seluruh rakyat kembali memperagakan adegan perkelahaian itu. Satu orang dilakonkan sebagai Ncuhi yang memegang Teta dan Tende. Dan yang seorang lagi memegang Cambuk sebagai raksasa.
Pada perkembangan selanjutnya peragaan itu menjadi permainan rakyat dan atraksi kesenian tradisional yang sangat menarik di dalam masyarakat Sape dan khususnya dikalangan masyarakat desa Buncu. Pada masa kesultanan sering dimainkan pada saat upacara PAJA KAI yaitu upacara panen Sawah sultan.
Diiringi Tambo (Tambur) yang dipukul oleh satu orang, mereka berlaga di tengah sawah yang baru saja dipanen. Atraksi kesenian ini disebut PARISE BUNCU ( Parise = Perisai BUNCU = Desa Buncu kecamatan Sape Bima).
tambah lagi dong ceritanya… kan masih banyak sejarah mbojo yang lebih menarik tuh…. cerita tentang kerajaan / kesultanan bima juga kayaknya asik tuh….
ok deh. saya tambahkan cerita rakyatnya. trims atas kunjungannya…
poda jadero
Ass bang. Mohon Izin bolehkah saya ambil cerita2 untuk diterbitkan di tabloid mbojo? tks.
drpd mikirin mobil mewah tentu sangat menarik dengan cerita masyarakatnya, ok ???? ak bangga lahir d wawo bima, tempaat yg tinggi….hehehehe disana ak menghabiskan masa kecilki hingga usia 16 tahun ( 1974 ) ga terasa d jkt hidup smpi 2010, tks wass wr wb……….
he..he…sbg org bima, saya benar2 ga tahu semua cerita di atas…makasih.
BTW, sy kemarin coba buat blog, trus namanya juga sarangge, sarangge adzkiya, kok sama yooo??? padahal saya baru hari ini liat blog ini 🙂
ini benar2 kisah turun temurun rakyat bima?
Hi, salam kenal.. saya membuka web anda karna saat ini saya membutuhkan info lengkap tentang Bima.
saat ini saya berencana untuk mengangkat Bima ke Layar Lebar, apakah ada yang dapat membantu saya untuk mengenal Bima dan potensinya (untuk kelengkapan data skenario film )
rencanannya saya akan ke bima awal bulan oktober?
Kabar baiknya saya tunggu
salut buat sarangge smoga kreatifitasnya menjadi motifasi bagi pemuda sadia amin..!
saya suka laman ini,tingkatkan terus cerita-cerita tentang daerah BIMA agar bisa di kenaloleh masyarakat luas. Terutamadi seluruh indonesia, bahkan di mancanegara.
jangan buat cerita bohong seperti cerita wadu ntanda rahi tadi okkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkke……………..
Dengan Adnya program ini…..SaYa Sebagai anak Bima Tulen hanya berharap semoga adik2 saya kelak tmbah cinta akan cerita pribumi sendiri…kalau bisa jangan hanya itu2 togh ceritanya…masih banyak sebnrx cerita bima yang harus dipublukasikan…..God LuCk
Dengan Adnya program ini…..SaYa Sebagai anak Bima Tulen hanya berharap semoga adik2 saya kelak tmbah cinta akan cerita pribumi sendiri…kalau bisa jangan hanya itu2 togh ceritanya…masih banyak sebnrx cerita bima yang harus dipublukasikan…..God LuCk
sebagai masyarakat bima kita harus menjaga kebudayaan bima yang dianut atau diciptakan oleh nenek moyang kita pada nassa lampau………….
gesen mattalata s.
Bguss Bngt .
saya yang tinggal jauh dari bama sangat bangga membaca cerita ini
DONGENG
GS. AMA ALMUKRIS
Nagari itu bernama aneh yaitu nagari antah berantah dan ibukotanya bernama korupsi. Sebagai sebuah negara, tentu saja Nagari antah berantah juga memiliki kabinet, nama kabinetnya juga terdengar sangat aneh dan menggelikan yaitu kabinet maling teriak maling, dan menjadi lebih aneh dan juga lucu banget alias kebangetan kalau kita mendengar nama legisiatifnya yaitu lembaga tipu rakyat dan selalu disingkat GaTiRa.
Nama-nama lembaga negara yang demikian mungkin saja aneh dan menggelikan bahkan mungkin nama itu mestinya menjadi pemicu konflik horisontal untuk nagari waras dan normal, katakan negeri seperti Indonesia, Malaysia atau Brunei Darusalam ataupun negeri waras lainnya, tapi tidak demikian dengan Nagari antah berantah,. Dengan nama-nama lembaga Negara yang demikian tidak ada reaksi atau tanggapan apapun dari warga masyarakatnya, bahkan ketika kepala negara mengumumkan nama-nama lembaga yang demikian, warga negaranya cuek-cuek saja, seolah – olah semuanya berkata, “terserah kamu” toh nanti kamu mati pasti kamu rasakan keadilan yang sesungguhnya”, dan jikapun ada protes, biasanya hanya dalam bentuk bisik-bisik tetangga saja, alias protes ditempat duduk yang dilakukan sambil ngedumel. Ha ha ha
“Lucukan?”. Tanya tuan guru Sampula yang kebetulan adalah seorang governoor.
“Tidak sepotong katapun yang lucu dan patut untuk ditertawakan karena memang kita sedang berhadapan dengan suatu keadaan yang sungguh benar-benar terjadi. Kita bicara realita tentang negara kita yang kita cintai”, Demikian celoteh Amarigiri yang duduk diam disudut kamar tahanan, ketika terdengar ada suara tawa diruangannya.
“Hei. Amari. Kamu itu mantan pejabat dan bukan sekedar pejabat, tetapi kamu adalah mantan kepala daerah, kamu mantan residen yang diinapkan kesini karena mencuri uang rakyat alias korupsi. Dan sekarang kamu yang duduk disini didalam penjara ini, mungkin besok, insyaAllah istri kamu, kemudian lusanya anak buah kamu si Bidin goblok yang suka kamu sebut sebagai anjing pelacak uang rakyat, atau mungkin Lasulu yang menipu masyarakat dengan tukar guling jalan lintas timur barat Redo Bataliu, seperti yang dikatakan oleh tuan kepala dosa Bataliu.”
Untuk desa di nagari Antah Berantah tetap disebut desa, akan tetapi jabatan kepala desanya selalu disebut kepala dosa, karena kata mereka, bahwa kepala desa itu identik dengan dosa orang-orang didesa.
“selain mereka-mereka, tentu juga yang lainnya, InsyaAllah dengan kebenaran ke-Tuhanan, mereka-mereka yang mencuri uang rakyat nagari antah berantah akan menginap ditempat ini untuk menebus kejahatan kalian yang telah mencuri dan merampok uang serta harta rakyat disini, bahkan tidak itu saja, kalian penguasa nagari antah berantah juga telah mencuri harga diri dan martabat masyarakat bangsa ini, sehingga bangsa ini dikenal sebagai bangsa paling korup dimuka bumi Allah, Astagfirullah”. Dengan nada kesal bak profesor killer sedang memberi materi Mari Mencuri Uang Rakyat, seorang anak muda yang dimasukan kelapas itu karena mengambil mangga tetangganya yang kebetulan ketua erte dikampung menyahut keras.
Ia yang hanya mengambil mangga tetangga yang kebetulan jatuh digang yang memang tiap hari dilaluinya, mendapat vonis telah melakukan pencurian, dan mendapat ganjaran dua setengah bulan penjara, karena terbukti mengambil, menguasai dan memiliki barang yang bukan miliknya. Padahal yang diambilnya hanyalah tiga buah mangga yang kebetulan jatuh di gang yang memang setiap hari dilalui oleh banyak masyarakat sekitar itu, termasuk dia, tapi, mungkin lagi apes, ternyata manga yang dipungutnya adalah manga milik pak erte-nya yang juga adalah pejabat di-Instansi pe,merintah yang kantornya disebut kantor pengadilan kampung nagari.
“Sepantasnya kepala daerah atau residen macam kamu itu digantung ditempat umum, dan kemudian masyarakat diberi hak untuk memukul kepala kamu dengan batu, dan atau benda keras lainnya sampai kamu mati, dan keluargamu harusnya terhinakan selama-lamanya didunia dan ahirat”. Sambung pak janggut yang merupakan anggota kelompok pengajian dilingkungan penjara itu.
Iapun terpaksa menginap ditempat itu karena dianggap telah merusak hutan dengan menanam jagung dan pohon jati, padahal gunung yang ditanaminya adalah tanah gundul yang kayunya sudah habis ditebang oleh dinas kehutanan karesidenan dengan dalih sesuai peraturan karesidenan tentang ijin penebangan kayu, yang kemudian masyarakat karesidenan tidak pernah tahu untuk apa, dan kemana hasil penjualan kayu-kayu yang ditebang sampai hutan jati itu gundul.
Hening. Tak ada perkataan apapun yang terdengar, hanya desah napas masing-masing mereka yang mengusik otak yang berpikir tentang dunia hingar bingar yang mereka lalui sebelum mereka berada dalam kurungan rumah tahanan negara alias Lapas itu. Ya. Mantan pejabat seperti Amarigiri tentu saja sebelum berada dipenjara ini, pada waktu-waktu senggangnya sudah pasti selalu dikelilingi oleh bawahan yang mencari jabatan, alias bawahan yang jual muka dihadapan kepala daerah karesidenan, agar jangan digeser dari kursi empuk eselon. Dan sekarang, dirumah tahanan, Amarigiri hanya dikunjungi oleh anak dan istrinya, itupun waktunya tidak pasti, kadang pagi, kadang sore dan tentu saja dengan waktu yang terbatas, dan bahkan anak kandungnya kadang harus dipaksa karena tidak ingin menjenguk sang bapak, alasannya malu dengan teman-teman sekolahnya.
”kemanakah mereka yang dulu senantiasa duduk bersimpuh berjam-jam dikediaman sang Kepala Karesidenan?”.
“Kemanakah mereka yang dulu selalu siap sedia untuk dimintai bantuan melaksanakan seluruh titah sang residen?”, kemana…?”.
Dalam hati amarigiri sang mantan Kepala Karesidenan yang jadi pesakitan, dan hari ini sedang dikunjungi oleh Governurnya yaitu Tuan Guru Sampula, yang dulu melantiknya menjadi residen semata-mata karena dibayar oleh Amarigiri, dan kemudian, sang governoorpun ditipu oleh lembaga KPUPIL sebagai penyelenggara pemilu agar secepatnya melantik Amarigiri, KPUPIL merupakan lembaga penyelenggara pemilihan kepala karesidenan yang sama seperti KPU kalau di Indonesia namun dinagari antah berantah namanya Komisi Pendukung Uang PEMILUKADA atau disebut KPUPIL. Sehingga menjadi pengurus KPUPIL selalu saja diperebutkan banyak orang karena sudah pasti akan berhadapan dengan sejumlah uang untuk memenangkan para kandidat kepala karesidenan, yang biasanya jika seseorang maju untuk mencalonkan diri, maka hampir semua calon kepala karesidenan akan menyiapkan uang sebanyak mungkin untuk menang.
“Nasibnya nagari ini karena bukan saya yang jadi presiden!” Celetuk anak muda yang divonis hukuman kurungan enam setengah bulan penjara karena dianggap bersalah mengambil dua butir buah kelapa milik perusahaan negara, yang waktu dia melewati perkebunan itu secara kebetulan dia melihat dua butir buah kelapa yang terjatuh sekitar dua meter diluar pagar milik perkebunan, tapi karena memang goblok atau karena mungkin mau jadi pahlawan kejujuran dia mengakui bahwa kelapa yang jatuh dan kemudian ia pungut itu adalah milik perkebunan negara, padahal menurut akal orang waras didunia manapun, apalagi dinagari antah berantah yang memang tidak pernah jelas dalam penerapan peraturan dan hukum, perlu apa mengakui kalau dua butir kelapa yang dia pungut dua meter diluar pagar adalah buah kelapa milik perkebunan negara itu. Peduli amat. Toh kelapa yang dipungut itu bukan dipanjat dipohonnya didalam perkebunan, dan bahkan bukan dipungut didalam areal perkebunan itu, atau katakan saja bahwa ia kebetulan diberi oleh orang gila yang lewat. Tapi ya hanya tapi, dan selanjutnya akan terus menjadi tapi…sampai akhirnya dia divonis bersalah, dan menerima ganjaran menikmati dinginnya tinggal sementara dihotel gratis.
Nasib rakyat jelata yang melarat. Dan semestinya dongeng ini berjudul dua butir kelapa dan nasib rakyat jelata. Tapi insyaAllah kita buat episode lain tentang kelapa-kelapa yang banyak bertebaran dinagari antah berantah.
“Hayo. Coba kita bandingkan, vonis Amahigilo yang memungut dua butir buah kelapa yang kebetulan memang bukan miliknya, tetapi divonis bersalah mencuri dengan hukuman penjara, dan sang koruptor Amarigiri yang menurut versi hakim terbukti bersalah melakukan perbuatan korupsi dengan jumlah kerugian negara hampir lima ratus miliar rupiah, ia divonis lima tahun penjara dan denda sebesar empat puluh lima miliar rupiah subsider kurungan delapan bulan penjara, ini sama artinya dengan menyuruh pejabat-pejabat dinagari antah berantah ini untuk mencuri dan merampok uang rakyat, semua kita disini pasti mau diberi uang satu miliar rupiah kemudian disuruh menginap dihotel prodeo ini, apalagi kalau ratusan miliar, Wah pasti mau banget.” Menyambung sang ustad janggut kambing yang sejak tadi hanya duduk bersandar ditembok lapas yang dingin, menunggu yang tak pasti, walau demikian dalam hatinya berkata,”toh semua mahluk sebetulnya menunggu sesuatu yang pasti, yaitu, semua mahluk pasti mati, hanya itu yang pasti, Mati”.
“Toh kita menjadi presiden sepuluh tahunpun tak mungkin mendapat harta sebanyak itu, soalnya gaji dan lain sebagainya dari seorang presiden tidak mencapai ratusan milar rupiah pertahunnya, tapi kenyataannya dinagari ini asal jadi kepala daerah seperti residen saja pasti kekayaannya langsung bertambah luarbiasa.“ imbuhnya menganalisa.
“Coba lihat lagi. Contoh teman satu sel kita ini, Amarigiri sang mantan kepala karesidenan yang dikatakan oleh hakim telah merugikan keuangan negara hampir mencapai lima ratus miliar rupiah. Itu baru dari satu pos pencurian milik rakyat yaitu penjualan kayu hutan saja. Mestinya kalau memang sudah terbukti merugikan negara sampai dengan sepuluh miliar rupiah maka ancaman hukumannya adalah hukuman mati atau hukuman seumur hidup dan berkewajiban untuk mengembalikan semua yang sudah diambilnya dari nagari ini, dan jika milik rakyat itu berubaha atas nama istri, anak atau keluarganya maka nagari harusnya merampas itu semua sebagai harta pampas an perang, itu baru namanya adil yang ,menuju kepada keadilan, sehingga sebanyak apapun hasil korupsi yang dicuri penguasa dari negara dan bangsa tercinta ini tidak akan bisa dinikmati, artinya sia-sialah perbuatan korupsi itu”. Seloroh sipemungut buah kelapa yang divonis sambil memonyongkan mulutnya kearah Amarigiri sang mantan kepala karesidenan yang nampak khusu’ berbincang dengan tuan guru sampula alias sang governur yang membesuknya.
Perbincangan merekapun asyik untuk kita intip alias curi-curi dengar, karena ternyata mereka sedang membuat asumsi – asumsi tentang kemungkinan akan adanya persidangan baru lagi terhadap Amarigiri, yaitu kasus ijasah palsu dan masalah pelantikannya oleh Governoor dulu.
Berkata tuan guru sampula sang governur wilayah.”Nagari ini nagari formalitas, bukan negara realitas, alias negara administrasi atau nagari seolah-olah sehingga cocok namanya Nagari antah berantah, jadi nggak usah takut masalah ijasah palsu itu, karena secara administrasi ijasah itu asli hanya saja cara memperolehnya yang memang tidak melalui jenjang pendidikan yang semestinya”. Ceramah Governoor alias tuan guru sampula menggemaskan orang-orang sekitarnya. Orang-orang yang telah begitu susah berusaha mendapatkan selembar ijasah sebagai sebuah bentuk pengakuan nagari atas prestasi pendidikan seseorang, dan Amarigiri sang mantan residen hanya dengan sedikit uang dan tanpa perlu susah-susah sekolah bisa mendapatkan ijasah itu, dan kemudian pengakuan nagari terhadap jenjang pendidikan telah digunakan pula untuk mencuri uang rakyat, monyet..busyet…gile….dan lain sebagainya, semua sumpah jerapah, kambing kucing dan semuanya tertumpahkan kepada perampok uang rakyat itu.
Begitu gilanya nagari ini memberikan ijasah kepada orang yang tidak pernah sekolah, jangan sekedar ijasah setingkat sekolah menengah tapi ijasah setingkat magister-pun banyak dipasar burung. Sehingga tidak perlu kuatir masalah ijasah palsu. Demikian antara lain komentar Govenur tuan guru sampula.
Terimakasih..
berkat cerita ini, akhirnya tugas saya dapat terselesaikn..!!!
berkat cerita ini, akhirnya tugas saya dapat terselesaikn..!!!
numpang copy bwt tugas,,
ndai mbojo kasamaweki
numpang copy buat tugas,,
ndai mbojo kasam weki,,
bagaimana caranya menerbitkan buku cerita rakyat
gampang, asal sudah ada naskah, dan diuji oleh tim penerbit.
sangat bagus.!
mada doho nee weha ke!!!!! tugas sklhmu,,,,,
ass.
bang gambarnya kurang.
tolong kasikan sumber atau rujukan dari tulisan-tulisan diatas… untuk menjadi rujukan yang valid bagi kami, kebetulan kami pernah juga membaca dalam teks asli berbahasa belanda
ok
ceritanya bagus
klu bisa tambah lg dong cerita nya sigi tua aka ka lodu ka nabune ku cerita na
Alhamdulillah banyak manfaat yg di dapat dari ceriata 2tersebut..tambahlkan terus…. dari penyair2 yg lain lagi juga boleh….n
ada yg tw gk blog’X alan Malingi?????????????
http://www.alanmalingi.wordpress.com. dgn siapa neh ?
Crita rakyat yg mendidik dan penuh edukasi .sebagai warga bima saya bangga dgn cerita yg tdk pernah saya tahu sama sekali tetapi dgn blog inì sya bsa membaca tntang cerita klasik tntang budaya dan sejarah daerah bima.thank a lot on your classìc story
thanks, buat rfrensi tugas
De gaga cerita e..ore manfaat na
trims atas supportnya.
saya pengen tau tentang cerita wadu ntanda rahi gimanasi ceritax mungkn abang alan tau
atau abang yang lain yang tau tntng cerita itu,a soalx adinda ni penasarn
teremakash bang alan yang tlh mncrtkn histori mboja bima syukur alhmdllh kembangkan terus bang ?
adinda minta ma.af kalo kata2 adinda kurang menduku,atau tdk logis mungkn
ada novelnya. rencana mau nyetak ulang.
very good
Adegk Jga Punya Buku Tntang Sejarah Bima .Crita Ini Menambah Satu Lgi Sejarah Dana Mbojo Yg Dgk Baca
saya sudah berusaha menerbitkan 2 naskah cerita rakyat bima, 2 naskah lagi blm
trmakasih…smoga lebih banyak lagi cerita dari tanah bima tercinta…..
semoga bisa menampilkan cerita2 yg lebih menarik lge
Yg penting ank bima d rantau org tetap maja labo dahu…
Yg penting ank bima d rantau org tetap maja labo dahu…
makash… kren nech bisa jadi pengetahuan untuk masyarakt bima (mbojo)…